Memberikan Ijin Perjanjian Yang Tidak Benar, Gugatan Fifie Pudjihartono Harus Ditolak

oleh -3003 Dilihat
oleh
Doktor Ghansam Anand SH,.M.Kn dari fakultas hukum Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya
SURABAYA (pilarhukum.com) – Banyak kejanggalan terungkap dari sidang gugatan wanprestasi yang mendudukkan Fifie Pudjihartono sebagai penggugat, Ellen Sulistyo sebagai tergugat 1, Effendy Pudjihartono sebagai tergugat 2 dan Kodam V Brawijaya sebagai tergugat 3.
Sidang yang mengagendakan keterangan ahli Doktor Ghansam Anand SH,.M.Kn dari fakultas hukum Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya. Ahli menyinggung banyak hal, diantaranya adalah perjanjian kerjasama yang tak dilaksanakan dengan baik oleh salah satu pihak maka tak ada kewajiban pihak lainnya untuk melaksanakan perjanjian tersebut.
Kuasa hukum Tergugat 1 yakni Priyono Ongkowijoyo membuat ilustrasi bahwa C (Ellen Sulistyo) telah melakukan kewajibannya namun B (Effendi Pudjihartono) belum menyelesaikan kewajibannya, maka C sebagai Kreditor bisa menangkis.
“C sebagai Kreditor bisa menyatakan bahwa ia tidak melaksanakan kewajibannya karena dalam kontrak itu B tidak menjalankan atau melaksanakan kewajibannya,” jawab ahli.
Jika dikaitkan dengan pasal 1320 KUH Perdata, menurut ahli, syarat kausanya atau syarat tujuan yang halal sebagaiman diatur pula dalam pasal 1337 KUH Perdata maka perjanjian yang dibuat B dengan C itu haruslah batal demi hukum.
Jadi, lanjut ahli, exceptio non adimplate contractus itu adalah tangkisan dari pihak tergugat, jika dalam hukum acara perdata, bahwa penggugat sendiri belum melaksanakan kewajibannya sehingga tergugat tidak melaksanakan kewajibannya pula.
Implikasi dari gugatan ini nantinya menurut penjelasan ahli, bahwa gugatan ini akan ditolak. Dan B, masih menurut penjelasan ahli, telah memberikan isi perjanjian yang tidak benar.
Tentang memberikan isi perjanjian yang tidak benar jika dikaitkan dengan p sebagaimana diatur dalam pasal 1335 KUH Perdata, ahli kembali menjelaskan, suatu perjanjian tanpa sebab yang palsu atau terlarang, tidak memiliki kekuatan hukum.
Namun jika keterangan dalam perjanjian itu tidak benar atau palsu, ahli secara tegas mengatakan, bahwa kontrak itu batal demi hukum.
Ahli kembali menjelaskan, hal itu berbeda dengan penipuan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 1328 KUH Perdata. Dan dipasal 1328 KUH Perdata ini akan menjadi syarat membatalkan kontrak.
Penipuan atau bedrog, menurut ahli, adalah rangkaian kata-kata bohong yang menggerakkan orang lain untuk menutup kontrak.
“Seandainya orang itu tahu maka orang tersebut tidak akan menyetujui kontrak tersebut. Jadi harus ada tipu muslihat,” kata ahli. [EFA]

No More Posts Available.

No more pages to load.