SURABAYA (pilarhukum.com) – Ellen Sulistyo melalui kuasa hukumnya Priyono Ongkowijoyo mengatakan adanya itikad tidak baik yang dilakukan Effendi Pudjihartono sejak awal mengikat perjanjian dengan kliennya sehingga restoran Sangria yang didirikan di atas lahan milik Kodam V Brawijaya ditutup dan berujung di pengadilan.
Priyono mengatakan diawal perkenalan dengan Ellen, Effendi mengaku sebagai
pemegang hak aset milik Kodam V Brawijaya berdasarkan perjanjian antara Kodam dan Effendi.
Pada saat kerjasama antara Ellen dan Effendi, dikatakan Effendi bahwa hak sewanya ke kodam tersebut selama 30 tahun. Namun faktanya di dalam SPK Kodam itu ternyata pemilikan hak aset tersebut terjadi secara periodesasi yakni lima tahun.
” Kemudian pada bulan Juli 2022, klien kami (Ellen) dan Effendi mengikat perjanjian yang mana klien kami selain sebagai pengelola juga sebagai investor. Namun, baru lima bulan mengelola restoran Sangria sudah ditutup oleh pihak Kodam V Brawijaya,” ujarnya.
Priyono menambahkan pada 11 Mei 2023, Kodam mengirimkan surat pada Effendi yang kemudian diteruskan oleh Effendi kepada Ellen melalui pesan whatsaap bahwasanya Kodam V Brawijaya mencabut hak sewa aset dan meminta Effendi untuk menyerahkan aset tersebut ke Kodam V Brawijaya.
” Dalam surat Kodam V Brawijaya tersebut tertuang bahwa kodam sudah memberikan surat pada Effendi pada tanggal 28 Maret 2022 sudah ada permasalahan ini sudah ada perintah dari Kodam V Brawijaya untuk menyelesaikan aset milik kodam yang bermasalah. Tapi hal itu tidak secara jujur disampaikan Effendi ke klien kami sehingga klien kami menandatangani kerjasama pada bulan Juli 2022. Seandainya klien kami mengetahui adanya surat yang isinya bahwa aset yang disewa Effendi tersebut bermasalah, tidak mungkin klien kami bersedia bekerjasama,” beber Priyono.
Masih kata Priyono terkait PNBP yang disoal Kodam V Brawijaya hal itu murni tanggungjawab Effendi karena itu adalah perjanjian Effendi dengan Kodam dan kliennya tidak mengetahui perjanjian tersebut.
” Hal itu juga bisa dibuktikan dengan tidak adanya tembusan untuk klien kami, dan baru diketahui dari perjanjian SPK tersebut jika Effendi akan mengalihkan ke pihak ketiga atas aset tersebut harus disampaikan kepada Kodam secara lisan, dan itu tidak dilakukan sehingga Ellen tidak pernah komunikasi samasekali dengan Kodam yang berkomunikasi langsung dengan kodam adalah Effendi,” ujar Priyono.
Sementara Ellen Sulistyo menambahkan dirinya mengakui sudah termakan bujuk rayu Effendi untuk bekerjasama dalam mengelola restoran Sangria. Ellen percaya dengan perkataan Effendi karena waktu itu Effendi mengatakan secara jelas bahwa Effendi memiliki hak pengelolaan aset kodam selama 30 tahun.
” Maka percayalah saya, tapi ternyata saya dibohongi. Baru mengelola lima bulan sudah ditutup, jelas saya yang dirugikan baik matreil maupun imatreil. Saya juga memiliki puluhan karyawan yang bekerja di sana, bagaimana nasibnya,” ujar Ellen.
Ellen meminta Effendi untuk gantle mengakui kesalahannya bukan malah mengarang cerita dan memutarbalikkan fakta. Malah merekayasa dengan memunculkan sosok Fifie yang tak pernah dikenal Ellen sebelumnya.Dan Fifie inilah yang kemudian menggugat Ellen di PN Surabaya.
“ Saya memohon keadilan atas perilaku Effendi yang jelas-jelas menipu saya,” ujarnya.
Terpisah, kuasa hukum Effendi Yafeti Warowu mengatakan surat tertanggal 11 Mei 2023 tersebut adalah surat berkaitan dengan dengan PNBP yang harus dibayarkan Effendi. Dan PNBP tersebut kata Yafeti sudah disetujui kliennya dengan nilai Rp 450 juta untuk tiga tahun.
” Pembayaran PNBP sudah disepekati akan dilakukan Rp 450 juta dan sudah disetujui menteri keuangan melalui KPKLN sebesar Rp 450 juta per tiga tahun siap dilakukan tapi tidak diterima oleh Kodam. Kalau perjanjian Effendi dan Kodam sudah dilakukan harusnya sesuai aturan main yang ada,” ujar Yafet.
Yafet menambahkan, dalam sebuah perjanjian kerjasama apabila diputus, maka kedua belah pihak menyetujuinya. Kalau keduabelah pihak tidak menyetujui berarti hanya sepihak. “Dan prosedur itu sudah dilakukan oleh Effendi. Bagi Kodam berlaku tapi bagi Effendi tidak menganggap,” ujar Yafeti.
Masih kata Yafeti, yang menjadi dasar Effendi tidak menganggap surat dari Kodam V Brawijaya adalah adanya MOU bulan 9 tahun 2017 bahwa digunakan pemanfaatan barang negara tersebut sampai tahun 2047 namun per periode lima tahun akan diperpanjang PNBP nya. [Azy]