SURABAYA (pilarhukum) – Muhammad Sholeh salah satu kuasa hukum Wakil Bupati Bojonegoro Drs. Budi Irawanto mengungkap sejumlah fakta terkait kejanggalan penghentian penyidikan perkara pencemaran nama baik yang dilaporkan kliennya di Polda Jatim. Hal itu diungkapkan Sholeh usai menjalani sidang praperadilan di PN Surabaya.
Sholeh mengaku kecewa atas ketidakhadiran termohon praperadilan dalam hal ini penyidik Polda Jatim dalam persidangan permohonan praperadilan yang diajukan Wakil Bupati Bojonegoro Drs. H. Budi Irawanto, M.Pd di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Hakim Akhmad Fazrinnoor Sosilo Dewantoro, yang ditunjuk sebagai hakim pemeriksa dan pemutus perkara gugatan praperadilan kemudian menunda persidangan karena ketidakhadiran penyidik Polda Jatim selaku Termohon tersebut.
Sholeh mengatakan, dengan tidak hadirnya Kepolisian Daerah Polda Jatim dan kuasa hukumnya itu menunjukkan bahwa kuasa hukum Polda Jatim tidak taat hukum.
“ Sebagai orang yang mengerti hukum mewakili aparat negara, kuasa hukum Polda Jatim sebagai pihak termohon praperadilan harusnya lebih taat hukum” ujar Soleh.
Solehpun mengaku kecewa atas ketidak hadiran kuasa hukum Polda Jatim yang mestinya jika taat hukum, tak perduli warga negara biasa, aparat negara, jika dipanggil pengadilan idealnya hadir.
Sebab ketika tidak hadir, lanjut Sholeh, dan akhirnya harus ditunda satu minggu, hal ini tentu saja memperlambat permasalah yang diadukan Wakil Bupati Bojonegoro sebagai pemohon praperadilan sekaligus sebagai pelapor di Polda Jatim.
Wakil Bupati Bojonegoro Budi Irawanto, lanjut Sholeh, juga membutuhkan adanya kepastian hukum atas perkara yang sudah ia laporkan di Polda Jatim namun akhirnya penyidikannya dihentikan.
Kepastian hukum yang dimaksud Sholeh ini adalah apakah Bupati Bojonegoro Dr. Hj. M.H. Dr. Hj. Anna Mu’awanah, M.H yang diadukan ke kepolisian ini telah melakukan tindak pidana atau tidak.
“Kami meyakini, keputusan SP3, ketika masih dalam tahap penyelidikan di kepolisian Polda Jatim tersebut cacat hukum,” ungkap Sholeh.
Yang dimaksud Sholeh cacat hukum itu, mulai jaman Belanda sampa sekarang, yang namanya pencemaran nama baik, diatur didalam KUHP.
“Kalau penyidik kepolisian meyakini bahwa laporan Wakil Bupati Bojonegoro waktu itu tidak bisa ditindak lanjuti menggunakan UU ITE, masih ada undang-undang lain yaitu KUHP,” kata Sholeh
Aneh, sambung Sholeh, yang menjadi dasar untuk menghentikan perkara dugaan pencemaran nama baik Wakil Bupati Bojonegoro ini adalah keterangan ahli ITE Kominfo Republik Indonesia, Prof. Henri Subiakto S.H. MA yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Perumus SKB UU ITE, bukan keterangan ahli pidana.
“Kalau yang dipakai adalah pendapat ahli ITE maka yang diterangkan ahli ITE tersebut adalah apakah dugaan pencemaran nama baik Wakil Bupati Bojonegoro ini masuk Undang-Undang ITE atau tidak,” tandas Sholeh.
Namun, jika yang dipakai adalah penjelasan ahli hukum pidana, sambung Sholeh, apakah perbuatan yang dilakukan Bupati Bojonegoro, Dr. Hj. M.H. Dr. Hj. Anna Mu’awanah, M.H tersebut masuk perbuatan pidana atau tidak.
Oleh karena itu, Sholeh melanjutkan, untuk mencari adanya kepastian hukum, apa yang sudah dilakukan Bupati Anna Mu’awanah terhadap Budi Irawanto tersebut, haruslah diuji dipersidangan, supaya hakim yang memimpin jalannya persidangan praperadilan bisa mengambil keputusan, dimana keputusannya itu nantinya menyatakan meminta kepada penyelidik maupun penyidik melanjutkan proses hukum termasuk penyidikan, sebagaimana telah dilaporkan Budi Irawanto di Polda Jatim.
Untuk persidangan gugatan praperadilan ini, Sholeh mengatakan, bahwa tim kuasa hukum Wakil Bupati Bojonegoro Drs. H. Budi Irawanto telah mempersiapkan alat bukti seperti bukti surat penghentian penyelidikan.
“Begitu pula dengan saksi-saksi yang berkaitan dengan perkara ini, telah kami siapkan. Dan para saksi itu adalah orang-orang yang menjadi anggota group,’ ujar Sholeh.
Orang-orang tersebut, sambung Sholeh, adalah orang-orang yang mengetahui isi chat bupati yang menyinggung perasaan Wakil Bupati Bojonegoro, Budi Irawanto.
Masih menurut Sholeh, melalui kuasa hukumnya, Wakil Bupati Bojonegoro juga telah menyiapkan ahli pidana.
“Ahli pidan tersebut akan menerangkan, bahwa chat yang dilakukan Bupati Bojonegoro, Dr. Hj. M.H. Dr. Hj. Anna Mu’awanah, M.H tersebut telah masuk kategori pencemaran nama baik.
Sholeh menambahkan, logikanya selama ini, jika ada warga negara yang datang ke kantor polisi untuk membuat aduan, maka penyidik akan melihat, jika yang diadukan itu masuk kategori pidana, maka pengaduan ini akan dilanjutkan untuk diproses hukum.
Namun jika yang diadukan tersebut tidaklah masuk kategori tindak pidana, sejak awal pengaduan tersebut akan ditolak.
“Yang terjadi pada perkara dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan Wakil Bupati Bojonegoro, Budi Irawanto ini sangat aneh dan janggal,” tandas Sholeh.
Keanehan yang dimaksud Sholeh ini adalah, sudah banyak saksi yang diminta hadir untuk didengar kesaksiannya, begitu juga ahli pidana, juga telah dimintai pendapatnya tentang laporan ini, ahli bahasa dan ahli ITE juga sudah, tiba-tiba penyidik berkesimpulan bahwa apa yang telah dilakukan Bupati Bojonegoro Anna Mua’wanah tersebut bukanlah peristiwa pidana. [Azy]



