SURABAYA (pilarhukum) Setelah sebelumnya Andi Fajar Nenggolan, mantan santri Pondok Darut Tawwabin, tahun 2007-2012 yang dipanggil Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro sebagai saksi Shodikin, S.Pd.I, terdakwa korupsi Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) Covid-19, mengaku diancam tembak oleh oknum Kejaksaan saat menjalani pemeriksaan. Kini, pengakuan yang sama juga diterangkan Soimah.
Soimah adalah Kortan kecamatan Gayam yang juga menjabat sebagai Ketua TPQ Al-Hidayah. Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, dia mengungkapkan kalau dirinya akan digantung kalau tidak mengikuti arahan jaksa.
“Saya terpaksa. Kalau saya sendiri diancam tidak boleh pulang. Serta saya mau digantung. Saya gak bohong. Ngapain saya mau berbohong jauh-jauh datang ke sini (Pengadilan Tipikor). Tinggal tunggu hari saja saya akan melahirkan ini,” katanya saat diwawancarai usai persidangan.
Ancaman itu diberikan saat melakukan pemeriksaan dalam kasus yang menimpa Sodikin. Ketua FKPQ Kabupaten Bojonegoro. Diduga melakukan dugaan pungli dana bantuan Covid-19 dari Kementerian Agama (Kemenag) untuk Lambaga Pendidikan Al-Quran.
Dalam persidangan itu juga, enam saksi yang dihadirkan mengungkapkan, uang yang mereka berikan, merupakan uang kas. Bukan potongan dari bantuan Kemenag. Pun uang itu diberikan merupakan keputusan bersama mereka.
Sebab, mereka menggunakan jasa untuk membuat laporan pertanggungjawaban. Karena para pengurus TPQ itu, tidak mahir menggunakan komputer.
Sementara itu, tim penasihat hukum terdakwa Pinto Utomo dan Johanes Dipa Widjaja mengatakan, berdasarkan keterangan saksi, seharusnya pemeriksaan itu tidak sah. Berdasarkan pasal 117 kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP).
Tindakan intimidasi dari jaksa itu, mereka sudah laporkan ke Kejaksaan Agung RI. Dalam kasus tersebut, proses awalnya dilakukan tidak sesuai KUHAP. Seharusnya, saksi memberikan keterangan tidak boleh dalam tekanan dan intimidasi.
“Kesaksian itu harus diberikan secara bebas. Kami heran. Dalam berkas perkara ini, seolah-olah kayak paduan suara. Orang yang berbeda-beda, tapi dengan keterangan yang sama persis. Serta, tata letak tanda baca yang sama,” kata Yohanes.
Namun, laporan yang mereka berikan terkait tekanan yang diberikan kepada saksi Andik Fajar Nenggolan. “Satu dulu yang kami berikan. Tapi sebenarnya, itu semua merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan,” tambahnya.
Dalam persidangan beberapa waktu lalu, saksi itu mencabut keterangannya di berita acara penyelidikan (BAP). Sebab, formatnya sudah dipersiapkan oleh jaksa penyidik di Kejaksaan Negeri Bojonegoro. Bahkan, selama penyidikan saksi itu mendapatkan banyak tekanan.
“Ia merasa ditekan dan diancam akan ditahan dan ditembak oleh Edward Naibaho yang menjabat sebagai Kasi Intel Kejari Bojonegoro. Semua itu terungkap dalam persidangan kemarin,” bebernya. Beberapa bukti disertai dalam laporan tersebut.
Ada jaksa lain yang melakukan intimidasi. Yakni Tarjono. Ia ingin meminta agar Andik menandatangani BAP yang isinya tidak sesuai fakta. “Tindakan jaksa itu bertentangan dengan prinsip hukum Non Self Incrimination dan juga norma hukum,” tegasnya.
Sementara Kasi Intel Bojonegoro Edward Naboho saat dikonfirmasi melalui Whatsaap menyatakan belum bisa berkomentar karena masih akan menanyakan ke JPU yang mengikuti persidangan di Tipikor Surabaya.
“ Kami konfirmasi ke Tim JPU yang menyidangkan ya,” ujarnya. [Azy]