Jadi Korban KDRT, Anak Mantan Danlantamal III Berikan Kesaksian Di Persidangan 

oleh -1342 Dilihat
oleh

foto : Persidangan Lanjutan Dugaan Kekerasan Rumah Tangga Yang Dilakukan Dokter Raditya Bagus Kusumo Eka Putra 

 

SURABAYA (pilarhukum.com) – Dokter Mae’dy Christiyani Bawolje anak seorang mantan Danlantamal III Surabaya berikan kesaksian di persidangan dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan Terdakwa Lettu Laut (K) Dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra, Selasa (15/10/2024).

Dalam persidangan di ruang utama Pengadilan Militer Surabaya, empat saksi diperiksa bersaman sementara satu ahli diperiksa terlebih dahulu.

Ahli psikologi forensik dr. I Ketut Tirka Nandaka, SpKJ (K) SH memberikan keterangan di depan majelis hakim yang terdiri dari hakim ketua Letkol Chk Arif Sudibya, SH, MH, hakim Anggota Letkol Kum Wing Eko Joedha Harijanto, SH,MH dan Lekol Chk Muhammad Saleh, SH, MH.

Dr Ketut mengatakan, pada 16 Mei 2024 dia pernah melakukan pemeriksaan terhadap tiga pasien yakni dr. Mae’dy Christiyani Bawolje, dan dua anaknya CSP dan ASP.

Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap ketiga pasiennya, didapatkan kesimpulan bahwa ketiga pasien tersebut mengalami depresi.

“ Untuk sang ibu mengalami depresi sedang, sementara kedua anaknya mengalami depresi berat,” ujarnya.

Ahli mengatakan, hasil pemeriksaan terhadap kedua anak tersebut diambil kesimpulan bahwa depresi yang dialami ketiga pasien tersebut disebabkan karena adanya kekerasan fisik dan psikis yang dilakukan Terdakwa Raditya Bagus.

Sementara empat saksi dr. Mae’dy Christiyani Bawolje, dan dua anaknya CSP dan ASP dan juga Nathalia Christiyana (adik dr Mae’dy) keberatan adanya Terdakwa di ruang sidang. Keempat saksi bahkan mendapat pendampingan dari LPKS saat memberikan keterangan.

Dr Mae’dy dalam persidangan mengatakan sifat temperamental Terdakwa sebenarnya sudah bisa dilihat sejak belum menikah. Kondisi tersebut semakin parah saat saksi menikah dengan Terdakwa.

Puncaknya kekerasan Terdakwa dilakukan pada 29 April 2024, saat anak dokter Mae’dy diminta mengantar ibu dokter Mae’dy untuk kontrol di RSPAL Dr Ramelan Surabaya tapi tidak diijinkan oleh dokter Mae’dy. Kemudian terjadi perdebatan antara Terdakwa dengan dokter Mae’dy yang berujung pada Terdakwa melempar guling ke arah dokter Mae’dy yang mengenai badannya. Dan kejadian tersebut dilihat oleh anak dokter Mae’dy, kemudian anak korban membela dokter Mae’dy.

Namun Terdakwa justeru memukul anak dokter Mae’dy dan berusaha dihalangi oleh dokter Mae’dy.

“ Saya saat itu bilang tolong ayah, jangan dipukul anak saya. Kalau mau pukul, pukul saya saja,” ujar dokter Mae’dy sambil menangis.

Masih kata dokter Mae’dy, dirinya kemudian mengajak keluar anaknya tapi tetap dikejar dipukul punggungnya. Saat dikejar, itulah kemudian anak dokter Mae’dy diludahi oleh Terdalwa.

Saat di ruang bawah, semua akses pintu dikunci oleh dokter Mae’dy. Dan terdakwa sempat mendobrak dan berusaha memecahkan kaca supaya bisa membuka pintu.

“ Saat itu Terdakwa juga membawa pisau, kami sangat ketakutan saat itu yang mulia. Rasa ketakutan itu masih kami rasakan sampai saat ini, bahkan anak saya pernah akan bunih diri. Dan sampai sekarang ketika saya kerja, saya masih sering menangis di tempat kerja,” ujar dokter Mae’dy.

Masih kata dokter Mae’dy, sebelum peristiwa tanggal 29 April2024. Terdakwa juga kerap melakukan kekerasan psikis, seperti mengatakan isteri bodoh, tolol dan kata tak pantas lainnya.

Bahkan ketika di jalan saat mengendarai mobil, Terdakwa juga sering marah kepada pengendara lain bahkan tak segan untuk memukul.

Tak hanya temperamental, perilaku buruk lainnya yang dilakukan Terdakwa adalah kebiasaan Terdakwa meminum minuman keras bahkan dilakukan di tempat kerja.

Hal itu tentu memantik hakim anggota berkomentat bahwa seorang tentara tidak diperbolehkan minum-minuman keras.

Sementara tiga saksi lainnya membenarkan keterangan dokter Mae’dy terkait peristiwa yang terjadi pada 29 April 2024.

“ Iya betul yang mulia, sampai sekarang saya masih merasakan trauma. Bahkan saya pernah kejang-kejang padahal sebelumnya saya tidak ada riwayat epilepsi,” ujar saksi CSP.

Usai sidang, pada awak media dokter Mae’dy mengatakan pihaknya keberatan dengan pertanyaan penasehat hukum Terdakwa yang berusaha mengalihkan bahwa trauma dan depresi yang dokter Mae’dy alami dipicu karena ibunya.

” Terdakwa ini tidak hanya melakukan kekerasan fisik dan psikis terhadap saya tapi juga berusaha menjelekkan nama baik ibu saya yang dia anggap sebagai penyebab rasa trauma pada diri saya. Padahal rasa trauma saya ya karena Terdakwa bukan karena siapa-siapa,” ujarnya [Uci]

 

 

No More Posts Available.

No more pages to load.