Pengacara Dokter Mae’dy : Saatnya Hakim Pengadilan Militer Mengabulkan Permohonan Restitusi

oleh -207 Dilihat
oleh

 

 

Mahendra Suhartono Saat Membacakan Tanggapan Dalam Sidang Di Pengadilan Militer Surabaya

 

SURABAYA (pilarhukum.com) – Mahendra Suhartono, kuasa hukum dokter Mae’dy tegaskan pihaknya tetap meminta agar majelis hakim yang diketuai Letkol Chk Arif Sudibya, SH, MH untuk mengabulkan permohonan restitusi (ganti rugi) yang diajukan pihaknya.

Hal itu diungkapkan Mahendra saat membacakan tanggapan atas jawaban dari kuasa hukum Terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra dalam sidang sebelumnya.

Pertama-tama mahendra menjelaskan Permohonan restitusi yang diajukan Pemohon melalui LPSK yang mana dalam permohonan tersebut telah dilakukan penilaian dan dilampirkan pula bukti-bukti yang kuat sehingga Restitusi Pemohon dikabulkan oleh LPSK.

Ada beberapa dalil yang dikemukakan Mahendra guna menolak jawaban dari Pihak Termohon, yang mana Mahendra selaku kuasa hukum dokter Mae’dy pemohon restitusi tidak sependapat dengan pernyataan termohon dalam hal ini kuasa hukum Terdakwa dokter Radiyta Bagus yang mengatakan bahwa kerugian matreil yang dikeluarkan dokter Maedy paska insiden KDRT yang dilakukan dokter Raditya adalah sebuah konsekuensi
dari Pemohon dengan melaporkan Termohon kepada aparat penegak hukum. Dimana orang yang melaporkan selalu dan dipastikan menerima konsekuensi dalam proses mulai dari penyidikan sampai dengan persidangan yang memerlukan waktu, tenaga dan biaya.

“Dalil tersebut jelas-jelas menunjukkan Termohon tidak peduli dampak perbuatan yang dilakukannya bagi Pemohon dan hal tersebut semakin membuktikan bahwa Termohon tidak menunjukkan rasa penyesalan atas perbuatan yang dilakukannya padahal adanya restitusi yang diajukan oleh Pemohon adalah Penyebab tindakan KDRT yang dilakukan oleh Termohon,” ujar Mahendra.

“Di samping itu dalil tersebut juga janggal, apakah sebagai korban tindak pidana tidak perlu melaporkan ke aparat penegak hukum? Lalu langkah apa yang harus ditempuh ketika menjadi korban tindak pidana?,” ujar Mahendra.

Dalam tanggapannya, Mahendra juga keberatan dengan pernyataan pihak kuasa hukum dokter Raditya Bagus bahwa Pemohon dan anak-anak Pemohon masih menjadi tanggungan Termohon selaku anggota TNI AL dan berhak mendapatkan perawatan Kesehatan baik perawatan medis maupun psikologis secara gratis dari fasilitas Kesehatan TNI AL.

Terhadap dalil-dalil tersebut Pemohon menolak secara tegas, perlu diketahui perbuatan Termohon mengakibatkan Pemohon beserta anak-anak Pemohon mengalami gangguan psikis salah satunya takut melihat seseorang menggunakan seragam Dinas TNI AL.

“Di samping itu Pemohon memiliki hak untuk menentukan pelayanan Kesehatan di rumah sakit mana saja bahkan hak tersebut dijamin oleh negara dalam ketentuan Pasal 28 H ayat (1) UUD NKRI Tahun 1945.

Mahendra juga keberatan dengan dalil termohon bahwa Jika Pemohon memilih berobat di luar fasilitas Kesehatan TNI AL atau Fasilitas diluar rujukan maka hal tersebut sudah menjadi resiko sendiri dan diluar tanggung jawab dari Termohon selaku anggota TNI AL.

“Terhadap dalil-dalil tersebut Pemohon menolak secara tegas, kerugian yang diderita Pemohon adalah akibat perbuatan yang dilakukan oleh Termohon sehingga sudah sepatutnya Termohon memberikan ganti kerugian / restitusi kepada Pemohon. Selain itu dalil tersebut juga semakin membuktikan bahwa tidak ada rasa penyesalan ataupun perasaan bersalah terhadap apa yang sudah diperbuat Termohon kepada Pemohon,” ungkap Mahendra.

Mahendra juga keberatan dengan dalil termohon bahwa Dalam hal Pelapor merasa perlu mendapatkan pendampingan dari Pengacara atau Kuasa Hukum, Pemohon dapat mengajukan permohonan bantuan hukum dinas TNI AL dan bebas memilih dari kantor Dinas Hukum TNI AL manapun yang berada di Surabaya.

” Dalil- dalil tersebut tidaklah tepat, pemohon mengirimkan surat permohonan perlindungan hukum kepada Komandan Korps Marinir TNI AL, Panglima TNI, Kepala Dinas Kesehatan TNI AL, dan Kasal pada tanggal 27 Agustus 2024 namun tidak ada tanggapan terhadap surat tersebut. Disamping itu sejak kejadian KDRT yang dilakukan oleh Termohon membuat Pemohon dan anak-anak Pemohon trauma melihat seseorang menggunakan seragam dinas TNI AL dan terlebih Pemohon juga sempat membaca putusan pengadilan serta berita bahwa ada Oknum Anggota TNI AL yang tergabung Personel Hukum dari Kantor Bantuan Hukum Pangkalan Korps Marinir Surabaya pernah melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sehingga oleh karenanya dengan segala keterbatasan demi memperjuangkan keadilan bagi Pemohon dan anak-anak Pemohon, Pemohon memilih menggunakan Kuasa Hukum di luar anggota TNI AL,” ujar Mahendra.

Mahendra dalam tanggapannya juga mengutip pendapat Bisma Siregar dalam buku yang berjudul Hati Nurani Hakim Dan Putusannya, Suatu pendekatan dari Perspektif Ilmu Hukum Perilaku (Behavioral Jurisprudence) Kasus Hakim Bisma Siregar karangan Antonius Sudirman, Hal. 182 “Keadilan bukan sembarang keadilan melainkan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Keadilan itu sendiri menyangkut penilaian yang didasari hati nurani setiap insan hamba Tuhan”.

Berdasarkan pendapat tersebut Mahendra meminta kepada Majelis Hakim untuk merenungkan walaupun saat ini masih belum terdapat putusan yang mengabulkan restitusi dilingkup peradilan militer namun bukan berarti putusan yang mengabulkan restitusi tidak akan pernah ada di peradilan militer. Inilah waktu yang tepat untuk majelis hakim mempertimbangkan menggunakan hati nurani sebagai insan hamba Tuhan dalam permohonan yang diajukan oleh Pemohon. [Efa]

No More Posts Available.

No more pages to load.