SURABAYA (pilarhukum.com) – Ketua majelis hakim Letkol Chk Arif Sudibya, SH, MH membacakan putusan pada
Terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra dalam sidang dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) fisik dan psikis, Kamis (9/1/2024). Sontak vonis ini membuat korban dokter Mae’dy shock dan histeris di ruang sidang. Bahkan salah satu anak korban pingsan di ruang sidang.
Dalam amarnya, hakim menghukum pidana penjara selama enam bulan dengan masa percobaan selama delapan bulan.
” Terdakwa terbukti melakukan kekerasan fisik dan psikis yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari,” ujar hakim dalam amar putusannya.
Tak hanya itu, hakim juga menolak pengajuan restitusi (ganti rugi) yang diajukan korban yakni dokter Mae’dy. Hakim beralasan pengobatan korban di luar rumah sakit Angkatan Laut adalah tanggungjawab korban secara pribadi sebab status pegawai negeri Terdakwa yang memiliki fasilitas dari kedinasan namun tidak dimanfaatkan.
Vonis hakim ini lebih ringan dari tuntutan oditor yakni delapan bulan penjara.
Usai sidang Salawati kuasa hukum korban mengaku kecewa dengan putusan hakim. Sala juga keberatan dengan putusan majelis hakim tersebut karena semua pertimbangannya yang sudah meyakinkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga KDRT fisik maupun kekerasan psikis itu semua terbukti dan juga barang buktinya juga sudah jelas ada dua pisau dapur kemudian tidak ada alasan pemaaf yang disampaikan dalam pertimbangan majelis hakim yang sangat meyakinkan.
” Namun hal itu menjadi bertentangan sendiri dengan putusan vonisnya yang mana amarnya putusannya 6 bulan penjara dengan percobaan 8 bulan tersebut terkesan bertentangan sendiri,” ujar Sala.
Sala juga kecewa karena hakim tidak
mempertimbangkan adanya tindakan KDRT yang berulang atau residivis.
” Dan apabila menyatakan bahwa terganggunya psikis para korban karena multifaktor itu juga tidak bijak karena tidak menggali bukti seperti rekam medik apakah ada trauma atau gangguan sebelum kejadian,” tutup Sala.
Sementara Mahendra Suhartono kuasa hukum dokter Mae’dy dalam pengajuan restitusi yang tidak dikabulkan majelis hakim mengaku kecewa dengan putusan hakim. Padahal restitusi yang diajukan korban jumlahnya tidak sampai miliaran. Beda dengan kasus-kasus yang lain yang sampai miliaran. Dan hasil tersebut bukan subjektif namun telah divalidasi oleh LPSK.
” Terlait korban harus memilih menggunakan bantuan hukum dinas TNI AL dan fasilitas kesehatan TNI AL itu merupakan pilihan dan hak korban. Yang terpenting bukti nyata kerugian yang diderita akibat perbuatan terdakwa itu point yang paling penting,” ujar Mahendra.
Lebih lanjut Mahendra mengatakan hak restitusi korban itu telah diatur secara tegas dalam PERMA 1 tahun 2022, namun bagaimana bisa restitusi tersebut tidak dikabulkan oleh majelis hakim.
“Kami sungguh kecewa padahal restitusi tersebut amat diperlukan oleh korban dan anak-anak korban yang masih dalam tahap pemulihan kondisi psikisnya” ucap Mahendra.
Perlu diketahui, dalam persidangan sebelumnya. Dokter Raditya Bagus mengakui perbuatannya telah melakukan kekerasan fisik berupa melempar korban dokter Mae’dy dengan guling serta meludahi putri dokter Mae’dy. Hal itu diungkapkan Terdakwa dalam persidangan minggu lalu.
Banyak hal yang dijelaskan dr Raditya Bagus dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Militer Surabaya. Termasuk pengakuan Terdakwa bahwa dia telah melakukan kekerasan terhadap dr Mae’dy dan juga kedua putrinya dari pernikahan sebelumnya.
Adapun kekerasan itu berawal dari tanggal 28 April 2024. Saat itu, ibu kandung dr. Maedy Christiyani Bawoljie meminta tolong ke terdakwa dr Raditya Bagusuntuk melakukan perpanjangan rujukan kontrol di RSPAL dr. Ramelan.
Karena waktu itu hari Minggu, permintaan perpanjangan rujukan untuk berobat tersebut baru bisa dilaksanakan keesokan harinya, Senin (29/4/2024).
“Saya kemudian bilang ke ibu mertua, untuk membuat perpanjangan rujukan itu, akan diantar putri pertama dr. Maedy,” kata terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma, Rabu (13/11/2024).
Menurut pengakuan terdakwa, ibu mertuanya akan diantar putri pertama dr. Maedy Christiyani karena faktor kesibukan pekerjaan, dimana hari itu ia dan dr. Maedy harus bekerja sedangkan putri pertama dr. Maedy Christiyani dihari itu sedang dirumah.
Kemudian terjadi percek cokan antara dokter Mae’dy dan Terdakwa hingga berujung dilempar gulingbke arah dokter Mae’dy. Dan peristiwa itu dilihat oleh salah satu putri dokter Mae’dy dan melakukan pembelaan terhadap ibunya. Saat membela dokter Mae’dy itulah, kemudian didorong oleh Terdakwa yang kemudian diludahi oleh Terdakwa. [Efa]