Foto : Tju Hong Meng, pelapor kasus pengeroyokan saat berada di Polrestabes Surabaya
SUARABAYA (pilarhukum.com) – Tju Hong Meng korban penganiayaan dan pengeroyokan yang mengalami luka cukup serius hingga mengalami patah tulang rusuk, Senin (3/6/2024) memenuhi panggilan Penyidik Satreskrim Polrestabes Surabaya untuk memberikan keterangan tambahan.
Pemilik rumah makan Hainan di Jl Pahlawan, Surabaya ini, mengaku sangat kecewa dengan kinerja penyidik yang dinilai lamban dalam penanganan proses yang dialaminya.
Sebelum masuk ke ruang penyidik, Tju Hong Meng menceritakan kronologis yang dialaminya, dimana Sabtu (20/4/2024) malam dirinya didatangi oleh Lena Keponakannya yang meminta dirinya untuk angkat kaki dari rumah yuang dijadikan tempat usaha tersebut.
“Malam itu Lena meminta saya untuk keluar, dengan dalih saya tidak ada hak menempati karena rumah itu dengan alasan itu milik kakek dan neneknya, yang merupakan orang tua saya sendiri,” terangnya.
Dirinya yang mengaku mempunyai hak mutlak atas waris yang diberikan oleh almarhum ibunya itu, menyuruh keponakannya untuk pergi, sehingga dirinya mengalami kekerasan.
“Karena berkata seperti itu, saya meminta dia (Lena) untuk pulang, namun dia tidak mau dan kemudian saya dipukul dan ditendang,” tambahnya.
Mengingat situasi tidak kondusif, dirinya memaksa keponakannya itu, untuk keluar dari tempat usahanya. Namun saat berada di pintu, anak ke empat dari enam bersaudara itu kepalanya dipukul menggunakan balok oleh kakak kandungnya Honggie.
“Honggie ini adalah kakak kandung saya dan bapak dari Lena. Dia yang menjadi otak dalam penganiayaan itu, setelah kepala saya dihajar menggunakan balok, kesadaran saya berkurang,” tambahnya.
Selain kepala, Tju Hong Meng juga mengaku bagian tubuhnya juga menjadi sasaran amukan kakak kandungnya yang sempat beberapa kali mengancam akan membunuhnya sebelumnya, hingga tulang rusuknya patah.
“Sejak kedua orang tua saya masih hidup, Honggie ini sdah sering melakukan kekerasan dan bahkan papa saya sempat akan dibunuhnya. Karena sering melakukan kekerasan baik fisik maupun psikis sehingga saya menempuh jalur hukum,” tambahnya.
Setelah mengalami kekerasan itu, dirinya sempat akan membuat laporan Polisi ke Polsek Bubutan, namun ditolak dengan alasan saya sudah laporkan terlebih dahulu. Bahkan dirinya juga mendapat intimidasi dan mminta untuk bedamai.
“Setelah ditolak, saya melapokan ke Porestabes Surabaya, dengan terlapor Lena dan Bapaknya Honggie selaku otak perencananya,” ujarnya lebih lanjut.
Hong mengaku bahwa, dirinya mendapat SPDP dari penyidik atas keberlanjutan dari proses hukum tersebut, namun diinya mengaku kecewa karena dalam surat itu hanya ada nama Lena selaku tersangka.
“Dalam SPDP, disana hanya tertera nama Lena sebagai tersangka, sementara Honggie selaku otak dari penganiayaan itu hilang,” ujarnya dengan nada kecewa.
Penganiayaan dan pengeroyokan yang menyebabkan dirinya terluka parah, kedua terlapor juga melakukan perusakan terhadap perabotan usaha dan rumahnya. Namun penyidik baru me;lakukan olah TKP 3 minggu setelah dirinya membuat laporan Polisi. [Fiq]