
JAKARTA (pilarhukum.com) – Baru-baru ini dunia pengadilan kembali dihebohkan dengan adanya putusan yang mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan oleh Julia Santoso. Yang mana dalam putusan tersebut hakim PN Jakarta Selatan No 132/Pid.Pra/2024/PN.Jkt.Sel, yang membatalkan penetapan tersangka dan menyatakan tidak sah surat perintah penahanan yang bersangkutan sejak 21 Januari 2025.
“Namun yang bersangkutan tidak segera dibebaskan oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri hingga saat ini,” kata Petrus Selestinus SH, Penasihat Hukum Julia Santoso di Jakarta.
Dengan demikian, kata Petrus, keberadaan Julia Santoso di Rumah Tahanan Bareskrim Polri, pasca-putusan praperadilan hingga hari ini dan seterusnya merupakan tindakan penyalahgunaan wewenang secara sengaja, sehingga Julia Santoso merasa seperti sedang disandera atau dikekang kebebasannya oleh beberapa oknum penyidik Dittipidter Bareskrim Polri yang seharusnya melindungi hak asasi manusia (HAM) setiap orang yang ditahan,” jelasnya.
Kapolri, Kabareskrim, Dirtipidter Bareskrim, Kasubdit II Tipidter dan Kanit II Subdit II Dittipidter Bareskrim Polri, kata Petrus, harus bertanggung jawab atas kesewenang-wenangan oknun penyidik Dittipidter terhadap Julia Santoso.
“Apa pun kebencian penyidik terhadap Julia Santoso karena target-target dalam Restorative Justice (RJ) lewat penahanan dan perpanjangan penahanan tidak terpenuhi, namun putusan praperadilan harus dihormati dan dipatuhi oleh siapa pun juga tanpa kecuali,” tegasnya.
“Ini negara hukum, bukan negara mafia yang tanpa hukum, sehingga ada oknum-oknum penyidik tertentu merasa diri lebih hebat bahkan berada di atas hukum atau apakah ada oknum penyidik yang loyal pada kepentingan mafia tambang?” tanya Petrus.
Bukan Tersangka Lagi
Saat ini, kata Petrus, Julia Santoso bukan lagi berstatus tersangka, begitu juga surat perintah penyidikan dan surat perintah penahanannya telah dibatalkan oleh Hakim Praperadilan, lalu untuk apa penyidik masih menahan Julia Santoso tanpa dasar hukum?
“Oleh karena itu Julia Santoso merasa dirinya seperti disandera dalam Rutan meski bukan tersangka dan tidak dalam perintah penahanan secara sah pasca-putusan Praperadilan kemarin,” cetusnya.
“Pertanyaannya, di mana sikap profesionalisme penyidik dalam menjunjung tinggi HAM pihak lain, sebagaimana dimaksud Pasal 5 dan Pasal 7 KUHAP? Apakah ini yang dimaksud oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dengan tagline Polri Presisi? Jelas tidak demikian jika perilaku oknum penyidik Bareskrim Polri di era Listyo Sigit seperti ini,” lanjutnya.
Petrus pun bertanya mengapa oknum penyidik yang telah dibekali ilmu pengetahuan yang tinggi dan jaminan ekonomi yang sangat memadai, tetapi masih doyan mempermainkan hukum dan HAM seseorang dengan bekerja tidak profesional? “Pertanyaannya, kepada kepentingan siapa mereka loyal?” tanya Petrus.
Kapolri, Kabareskrim, Kadivpropam, Irwasum dan Karowasidik Polri, tegas Petrus, perlu mengevaluasi posisi Dirtipidter, Kasubdit II Dittipidter, Kanit II Subdit II Dittipidter Bareskrim Polri dan seluruh Tim Penyidik Unit II Subdit II Dittipidter yang bekerja tidak profesional, lebih memihak kepentingan pelapor, lebih fokus mengejar RJ dengan target yang aneh-aneh, ketimbang taat pada prosedur KUHAP dan putusan praperadilan.
“Padahal sejak kemarin (22/1/2025), kami selaku Penasihat Hukum Julia Santoso telah menyurati Dirtipidter Bareskrim Polri agar membebaskan Julia Santoso dari tahanan, karena saat praperadilan diputus tanggal 21 Januari 2025, baik Kuasa Hukum Pemohon Julia Santoso maupun Kuasa Hukum Penyidik Dirtipidter Bareskrim Polri sama-sama hadir secara langsung dalam persidangan,” sesalnya.
‘Begitu pula dengan upaya pada hari ini, kami kembali mengirim surat kepada Dirtipdter Bareskrim dengan melampirkan fotokopi Putusan Praperadilan PN Jakarta Selatan tanggal 21 Januari 2025. Namun lagi-lagi sikap aneh dan tidak profesional dari penyidik diperhadapkan kepada Julia Santoso, di mana penyidik beralasan bahwa pihaknya belum menerima salinan asli putusan praperadilan,” paparnya.
“Jika berargumentasi pada salinan asli, maka oknum penyidik sepertinya hendak menyandera Julia Santoso lebih lama, layaknya mafia bekerja di dunia Mafioso. Apakah di dalam institusi Polri saat ini ada kavling untuk mafia yang ikut mengelola manajemen penyidikan, lalu KUHAP dan Putusan Praperadilan No 132/Pid.Pra /2024/PN.Jkt.Sel. tanggal 21 Januari 2025 diabaikan,” lanjutnya.
Putusan Praperadilan
Diketahui, ahli waris pemilik PT Harum Resources (HR) dan PT Anugrah Sukses Mining (ASM), Julia Santoso memenangkan praperadilan di PN Jaksel atas penetapan dirinya sebagai tersangka dan ditahan oleh penyidik Bareskrim Polri.
PN Jaksel pun membatalkan status tersangka dan surat perintah penahanan Julia Santoso dalam kasus dugaan penipuan, penggelapan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di PT ASM dinyatakan tidak sah.
Dengan demikian, terhitung sejak 21 Januari 2025, status tersangka Julia Santoso sudah dibatalkan, begitu pula dengan status penahanan dibatalkan, sehingga secara yuridis Julia Santoso harus sudah dikeluarkan dari Rutan oleh penyidik Direktorat Tipidter Bareskrim Polri pada tanggal itu juga oleh karena surat perintah penahanan dibatalkan, dinyatakan tidak sah dan tak berlaku lagi. [Efa]