
SURABAYA – (pilarhukum.com) – Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya), menggelar buka bersama dan talk show yang bertajuk “Peranan Fungsi Hukum dalam Kehidupan Masyarakat Multikultural”, di Auditorium Fakultas Hukum Ubaya.
Kegiatan ini merupakan kerja sama antara DPRD Jatim, yang diwakili Dr. Freddy Poernomo, S.H., M.H. dengan Fakultas Hukum, Komisariat Fakultas Hukum, Divisi Konsultasi dan Pelatihan IKA Ubaya, dan Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Surabaya.
Acara yang dimoderatori oleh Asteria Ratnawati ini turut menghadirkan dua narasumber sebagai pemantik diskusi santai tersebut, yakni Ketua PSMTI Surabaya, Muljo Hardijana dan Penasihat Peace Leader Indonesia, Inayah Sri Wardani.
Muljo Hardijana dalam pemaparannya menjelaskan, pengertian hukum sangat luas, dan menurutnya sulit untuk mendefinisikannya dengan satu kalimat. Sebab, ada berbagai pendapat tentang hukum dari para ahli yang memberikan definisi berdasarkan alirannya.
“Secara sederhana, hukum kita pahami sebagai suatu peraturan-peraturan yang didalamnya mengandung perintah, kewenangan, hak, kewajiban, sanksi dan larangan, yang pelaksanaanya dapat dipaksakan apabila diingkari atau tidak dilaksanakan,” katanya.
Menurut pria yang juga berprofesi sebagai advokat tersebut, tujuan hukum untuk menciptakan keadilan, kepastian dan kemanfaatan, dan itu kemudian diimplementasikan terhadap bangsa Indonesia yang multikultural ini.
Sebagai salah satu tokoh masyarakat Tionghoa, adanya Undang-undang nomor 40 tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis ini merupakan wujud nyata semboyan Bhineka Tunggal Ika.
“Undang-undang tersebut untuk mewujudkan kekeluargaan, persaudaraan, persahabatan, perdamaian, kerahasiaan, keamanan, dan kehidupan bermatapencaharian diantara warga negara yang pada dasarnya selalu hidup berdampingan,” jelasnya.
Sementara Penasihat Peace Leader Indonesia, Inayah Sri Wardani menambahkan, Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang bermacam-macam, serta beraneka ragam wilayah kepulauan.
“Namun keseluruhannya itu merupakan suatu persatuan yaitu bangsa dan negara Indonesia.
Keanekaragaman itu bersatu dalam satu sintesa yang memperkaya sifat dan makna persatuan bangsa dan negara Indonesia itu sendiri,” tambahnya.
Dalam pandangannya, Indonesia yang memiliki keanekaragaman etnis, suku, bahasa, agama, dan budaya ini merupakan kemajemukan bangsa yang dapat dilihat dari dua perspektif yaitu vertikal dan horizontal.
“Kemajemukan secara vertikal terbentuk dari struktur lapisan masyakarat dan strata sosial. Sedangkan horizontal, tergambar adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan suku, agama, adat istiadat dan kedaerahan,” terangnya.
Inayah menyebut kemajemukan Bangsa Indonesia ini seharusnya menjadi aset bangsa, dan satu bentuk dari kearifan lokal yang dapat dikelola untuk memperkokoh integritas nasional.
Bukan malah menjadi sebuah perbedaan yang mampu menyebabkan konflik dan disintegritas bangsa, yang memunculkan perselisihan di masyakarat berdasar pada isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
“Gagasan multikultural menjadi landasan berfikir dari seseorang untuk dapat berfikir, bahwa perbedaan bukan menjadi konflik melainkan sebagai identitas yang lahir secara alamiah, untuk memahami keanekaragaman agar dapat rukun. Multikultural memberikan wadah atau jalan untuk menyelesaikan perselisihan,” paparnya.
Menurutnya, cikal bakal terjadinya perselisihan antar suku, agama, ras, dan antargolongan adalah sikap intoleransi yang menganggap suatu individu atau golongan lebih tinggi, baik, dan benar.
“Toleransi atau sikap saling menghormati, menerima, dan menghargai perbedaan keyakinan, pendapat, atau kepercayaan serta tidak memaksakan kehendak, dapat diwujudkan dalam kehidupan beragama, budaya, dan sosial,” pungkasnya.

Sementara Freddy Poernomo selaku Anggota DPRD Jawa Timur Komisi A, menyampaikan kepada civita akademika ubaya pentingnya dalam bertoleransi di era kehidupan masyarakat multikultural.
” Bangsa Indonesia memiliki banyak keragaman etnis, budaya dan agama oleh karenanya kita perlu menanamkan nilai nilai toleransi dalam kehidupan kita sehari-hari dengan menghormati dan menghargai perbedaan yang ada,” ujarnya.
” Indonesia memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang harus kita pegang teguh, semboyan tersebut menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan semboyan tersebut walaupun kita berbeda-beda ras, etnis dan agama namun kita harus bersatu dalam menjaga harmoni, damai dalam keberagaman beragama, etnik, maupun juga budaya,” tambahnya.
Terpisah, Dr. Hwian Christianto, S.H., M.H. (selaku Dekan FH Ubaya)
Fakultas Hukum Ubaya memaknai bahwa hukum berasal dari masyarakat dan hukum pun harus hadir memberi solusi bagi masyarakat, terkhusus masyarakat Indonesia yg Multikultural.
Peran hukum sangat penting bukan sekedar regulasi tetapi konsesi bersama menjaga keragaman sbg modal berharga menuju masyarakat sejahtera.
” Ubaya hadir memperjuangkan Edukasi dan promosi bahwa toleransi dalam keberagaman perlu disadari, dimaknai dan diperjuangkan bersama dalam bingkai Pancasila,” ujarnya. [Efa]