SURABAYA (pilarhukum.com) – Kader Partai Solidaritas Indonesia melayangkan aduan ke Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan atas dugaan intimidasi oleh Kejaksaan Negeri Tanjung Perak. Perempuan berinisial LL itu melaporkan Kajari Tanjung Perak setelah rentetan perkara dugaan tindak pidana korupsi dana bantuan politik senilai Rp 1 miliar yang tak juga kelar.
LL bercerita jika dana bantuan tersebut hingga saat ini belum disetorkan ke kas negara sebagaimana mestinya. Dia menganggap pihak kejaksaan mengulur waktu dan tidak menangani substansi perkara.
“Dana pemulihan tersebut justru disodorkan ke pihak ketiga yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Negara. Sedangkan kewenangan Kejaksaan melakukan penyelidikan hanya terbatas pada tindak pidana korupsi, bukan tindak pidana umum penggelapan. Jadi, pemulihan dana yang diterima Kejaksaan, patut diduga merupakan dana pemulihan kerugian keuangan Negara dan wajib disetorkan ke kas Negara,” kata LL saat dimintai keterangannya pada Selasa (6/8/2024).
Dia sebenarnya tak mempermasalahkan atas hasil penyelidikan yang telah ia laporkan. Namun alangkah lebih baik LL berharap kejaksaan dapat memberikan keterangan jelas dan pasti melalui surat pemberitahun kepada Pelapor.
Hingga kini, selama 131 hari lamanya, LL mengaku tak kunjung menerima surat pemberitahuan tersebut. Alasanyannya, surat tersebut dapat ia jadikan acuan untuk mengambil langkah hukum selanjutnya.
LL menjelaskan jika surat pemberitahuan perkembanganan perkara adalah hak pelapor. Jaksa penyelidik wajib memberitahukan perkembangannya secara administrasi sebagaimana telah diatur dalam tata kelola administrasi atas pelaporan masyarakat terkait tindak pidana khusus dalam Surat Edaran Jaksa Agung.
“Anehnya, kami mendapat perkembangan kasus tersebut dari pemberitaan di media. Oleh sebab itu, kami melayangkan pengaduan atas penanganan proses hukum yang tidak profesional, tidak proporsional dan tidak prosedural,” jelasnya.
“Apa dasar hukum yang mengatur pemulihan dana yang diragukan pertanggungjawabannya yang diterima Kejaksaan dan disimpan dalam RPL, tetapi tidak disetorkan ke kas negara,” imbuhnya.
LL juga mempertanyakan perihal Kejari Tanjung Perak mendapatkan diskresi melakukan penyelidikan dan penghentian penyelidikan atas kasus pidana bukan korupsi. “Saat ini kami sedang menunggu jawaban dari Kejaksaan Agung terkait hal ini,” pungkasnya.
Terpisah, Kasi Intel Kejari Tanjung Perak I Mase Agus Mahendra Iswara SH MH mengatakan memang kasus yang dilaporkan LL ditangani oleh Kejari Tanjung Perak.
Namun, berdasarkan pengumpulan alat bukti dan bahan keterangan ditemukan bahwa laporan yang disampaikan LL tersebut masuk kategori kesalahan administrasi.
“ Hal ini sebagaimana gelar perkara yang dilakukan Kejari Tanjung perak bersama Kesbangpol, inspektorat kota Surabaya dan BPK perwakilan Provinsi Jatim,” ujar Kasi Intel Iswara.
Diduga kata Iswara, LL tidak puas dengan penjelasan Kejari Tanjung Perak karena laporannya tidak bisa ditindak lanjuti ke tahap penyidikan oleh Kejari Tanjung perak.
“ Terkait isi wa Kajari Tanjung Perak dengan sdri LL, kami telah melihat print out Whatsaap tersebut langsung dan memang benar tidak ditemukan bahasa jika Kajari Tanjung Perak mengintimidasi terkait laporan tersebut namun diketahui pemberitaan Kajari Tanjung Perak mengintimidasi tersebut muncul semata-mata timbul karena ketidak puasan pelapor atas laporannya yang tidak bisa naik ke tahap penyidikan,” ujar Iswara.
Dilanjutkan Iswara, terkait dengan pengembalian uang negara, berdasarkan pasal 1 ayat (1) huruf p Jo. Pasal 1 ayat 6) pp no 39 tahun 2016 tentang jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada kejaksaan RI Jis Bab III angka 1 huruf b Pedoman jaksa agung nokor 13 tahun 2021 tentang pengelolaan PNBP dilingkungan kejaksaan RI, kejaksaan negeri perak telah dilakukan pengembalian atau penyetoran uang tersebut ke kas negara. [EFA]





