P
SURABAYA (pilarhukum.com) – Sidang gugatan wanprestasi yang diajukan Fifie Pudjihartono selaku Direktur CV. Kraton Resto di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya diwarnai kebingungan saksi dari tergugat 2 Effendi Pudjihartono yakni notaris Ferry Gunawan.
Saksi tampak bingung saat diminta memberikan penjelasan adanya surat kuasa yang diberikan Fifie Pudjihartono selaku Direktur CV. Kraton Resto kepada Effendi Pudjihartono yang menjabat sebagai Komisaris CV. Kraton Resto.
Selain itu, dalam persidangan juga menyajikan keberatan yang diajukan kuasa hukum Tergugat 1 Ellen Sulistyo atas dihadirkannya Elisabeth yang tak lain istri Tergugat 2 Effendi Pudjihartono sebagai saksi.
Mempertimbangkan peraturan perundang-undangan berkaitan dengan kehadiran seorang saksi dimuka persidangan, Hakim Sudar yang ditunjuk sebagai ketua majelis langsung mengeluarkan penetapan, bahwa Elisabeth tidak bisa dijadikan sebagai saksi didalam perkara gugatan wanprestasi ini.
Untuk saksi Elisabeth tidak bisa didengar kesaksiannya dan harus ditunda pada persidangan selanjutnya, mengingat keterbatasan waktu yang dimiliki majelis hakim dan banyaknya perkara yang harus disidangkan majelis hakim pada hari ini.
Tak hanya penolakan atas saksi Elisabeth, dalam persidangan hakim Suswanti yang menjadi hakim anggota dalam perkara gugatan wanprestasi ini memberikan teguran kepada Effendi Pudjihartono.
Teguran itu dilayangkan melihat Effendi yang duduk dikursi pengunjung mengambil gambar melalui ponselnya tanpa ijin majelis hakim.
Sementara saksi notaris Ferry Gunawan menceritakan adanya perjanjian nomor 12 yang ia buat, antara Effendi Pudjihartono dengan Ellen Sulistyo.
Kuasa hukum Effendi menanyakan terkait saat hendak membuat perjanjian nomor 12, apakah saksi menerima draft terlebih dahulu dari Tergugat 1 Ellen Sulistyo yang mana draft itu diforward dari Tergugat 2 Effendi Pudjihartono?,” tanya kuasa hukum Tergugat 2 lagi.
Saksi membenarkan pertanyaan yang dilontarkan kuasa hukum Tergugat 2 ini. Kemudian saksi melanjutkan, setelah menerima draft perjanjian, saksi mengaku mendapat telepon dari Tergugat 2 Effendi Pudjihartono.
Dalam persidangan, saksi Ferry Gunawan juga menjelaskan, ketika menerima telepon dari Effendi Pudjihartono, juga diminta untuk mencantumkan tentang profit sharing sebesar Rp75 juta.
Pada persidangan ini, saksi Ferry juga menjelaskan adanya perdebatan antara Effendi Pudjihartono dengan Ellen Sulistyo. Perdebatan itu berkaitan dengan profit sharing yang diminta Effendi Pudjihartono sebesar Rp. 75 juta.
“Terjadi perdebatan mengenai profit sharing sebesar Rp75 juta. Ellen Sulistyo keberatan dengan besarnya profit sharing sebesar Rp75 juta itu,” terang saksi Ferry.
Ellen Sulistyo, lanjut saksi Ferry menawar Rp 50 juta. Namun, tawaran Ellen Sulistyo tentang profit sharing sebesar Rp 50 juta ini tidak disetujui Effendi Pudjihartono.
Masih berkaitan dengan perdebatan besarnya profit sharing sebagaimana yang diminta Effendi Pudjihartono, saksi Ferry Gunawan dalam persidangan juga menyatakan bahwa akhirnya Effendi Pudjihartono sempat mengutarakan supaya perjanjian kerjasama yang hendak dibuat ini dibatalkan saja
Saksi Ferry kembali melanjutkan, meski ada permintaan dari Effendi Pudjihartono supaya perjanjian dibatalkan, namun Ellen Sulistyo menginginkan perjanjian kerjasama ini dilanjutkan.
Masih berkaitan dengan isi perjanjian yang sudah dibacakan, Yafety Waruwu kembali bertanya ke saksi, apakah isi perjanjian itu masih ada beberapa klausul yang di renvoi?
Atas pertanyaan kuasa hukum Tergugat 2 Effendi Pudjihartono ini, saksi Ferry Gunawan menjawab ada. Dan masalah renvoi itu dituangkan dalam minuta akte.
Terkait dengan isi renvoi yang dituangkan dalam minuta akte tersebut, Yafety Waruwu kemudian bertanya ke saksi Feri, apakah membawa minuta akte tersebut? Selain itu, kuasa hukum Tergugat 2 ini juga bertanya ke saksi Ferry, apakah minuta akte yang ia bawa tersebut bisa diperlihatkan kepada majelis hakim?
Didalam penjelasannya tentang minuta akte seorang notaris, kuasa hukum Tergugat 2 menjelaskan, bahwa minuta akte itu tidak dilampirkan sebagai bukti surat, mengingat minuta akte ini sifatnya rahasia seorang notaris.
Sebelum saksi Ferry Gunawan memperlihatkan minuta akta yang ia bawa, kuasa hukum Tergugat 1 Ellen Sulistyo keberatan. Alasannya, untuk memperlihatkan minuta akta itu, apakah saksi Feri Gunawan telah mendapat ijin Majelis Kehormatan Notaris (MKN) ? Keberatan kuasa hukum Tergugat 1 Ellen Sulistyo ini pun direspon majelis hakim.
Karena minuta akte tidak diperkenankan untuk diperlihatkan, kuasa hukum Tergugat 2 Effendi Pudjihartono kemudian meminta ijin majelis hakim supaya ditunjukkan bukti T22 sampai T27.
Masih dihadapan majelis hakim, kuasa hukum Tergugat 1 Ellen Sulistyo kemudian bertanya ke saksi Feri Gunawan mengenai beberapa dokumen yang disertakan dan menjadi dasar perjanjian.
Dokumen-dokumen itu seperti MoU nomor 5 dan SPK nomor 5. Berkaitan dengan dua dokumen ini, kuasa hukum Tergugat 1 Ellen Sulistyo lalu bertanya, apakah saksi Ferry Gunawan membaca dokumen-dokumen itu secara keseluruhan?
Atas pertanyaan kuasa hukum Tergugat 1 ini, saksi Ferry Gunawan menjawab, bahwa ia hanya membaca sepintas saja.
Saksi Ferry Gunawan dalam persidangan juga mengakui bahwa akta yang berisikan perjanjian kerjasama antara Effendi Pudjihartono dan Ellen Sulistyo, tidak semua isinya dibacakan dihadapan kedua belah pihak.
Didalam persidangan, saksi Feri Gunawan terlihat kebingungan ketika diminta menjelaskan tentang adanya surat kuasa yang diberikan Fifie Pudjihartono selaku Direktur CV. Kraton Resto kepada Effendi Pudjihartono yang menjabat sebagai Komisaris CV. Kraton Resto.
Kebingungan ini berawal dari pertanyaan kuasa hukum Tergugat 1 Ellen Sulistyo kepada saksi Feri Gunawan. Dalam pertanyaannya, kuasa hukum Tergugat 1 bertanya, berdasarkan MoU nomor 5, Effendi menguasai lahan yang menjadi aset Kodam V/Brawijaya itu sampai berapa tahun? Saksi pun menjawab 30 tahun.
“Terkait dengan SPK, apa saksi membaca isi SPK itu? Apakah didalam SPK itu juga dijelaskan tentang jangka waktunya?,” tanya kuasa hukum Tergugat 1 kepada saksi Ferry Gunawan.
Atas pertanyaan ini, saksi Ferry Gunawan pun menjawab membacanya. Dan ketika saksi Feri Gunawan ditanya masa berlaku sebagaimana yang tertera dalam SPK, saksi Ferry Gunawan malah menjelaskan bahwa ia dalam perjanjian kerjasama ini hanya lebih ke masalah perseroan. Dan masih menurut penjelasan saksi Ferry, masalah SPK itu lebih ke arah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Tentang SPK itu masa berlakunya sejak 2017 sampai 2022. Untuk bulannya, November,” jelas saksi Ferry didalam persidangan.
Kuasa hukum Tergugat 1 kemudian bertanya tentang akte pengelolaan yang dibuat saksi Feri Gunawan. Kuasa hukum Tergugat 1 pun bertanya, tentang surat kuasa yang diberikan kepada Effendi Pudjihartono dari Fifie Pudjihartono untuk membuat surat perjanjian dengan Kodam V/Brawijaya.
Masalah surat kuasa ini ditanyakan kuasa hukum Tergugat 1 karena menangkap ada yang janggal dari surat kuasa itu. Dihadapan majelis hakim, kuasa hukum Tergugat 1 menerangkan bahwa surat kuasa itu dibuat sebelum pembuatan MoU dan SPK.
“Bagaimana caranya Fifie bisa tahu nomor-nomor dan tanggal pembuatan MoU dan SPK padahal MoU dan SPK itu belum dibuat?,” tanya kuasa hukum Tergugat 1 kepada saksi.
Saksi Feri Gunawan terlihat kebingungan ketika kuasa hukum Tergugat 1 menanyakan perihal bukti T2.20 ini kepadanya.
Bahkan, saat saksi Feri diminta datang ke meja majelis hakim kemudian ditunjukkan tentang adanya bukti dari Tergugat 2 dan bukti itu dikonfirmasikan kuasa hukum Tergugat 1 Ellen Sulistyo kepadanya, saksi Feri Gunawan hanya bisa terdiam
Perdebatan dihadapan majelis hakim pun terjadi ketika kuasa hukum Tergugat 2 berusaha ikut menjelaskan tentang apa yang dikonfirmasikan kuasa hukum Tergugat 1.
Ditemui usai persidangan, Priyono Ongkowijoyo mengatakan, ada beberapa kejanggalan dari kesaksian Notaris Ferry Gunawan.
Lebih lanjut Priyono kejanggalan-kejanggalan yang berhasil ia catat itu mengenai surat kuasa dari Fifie Pudjihartono kepada Effendi Pudjihartono.
“Meskipun Notaris Ferry mengetahui ada surat kuasa dari Fifi kepada Effendi, namun surat kuasa tersebut tidak dicantumkan di dalam Akta Pengelolaan Kerjasama antara Effendi Pudjihartono dengan Ellen Sulistyo,” ungkap Priyono.
Bukti Surat Kuasa tertanggal 7 Juni 2022 terkait kuasa dari Fifi selaku Direktur CV. Kraton Resto kepada Effendi selaku Komisaris CV. Kraton Resto yang dinyatakan kuasa hukum tergugat 2 untuk penandatanganan perjanjian pengelolaan nomor 12 tanggal 27 Juli 2022 antara Ellen dan Effendi yaitu bukti T2.20, didalam persidangan ini, notaris memberikan keterangan bahwa surat kuasa tertanggal 7 Juni 2022 tersebut ternyata diperuntukan khusus untuk tanda tangan perjanjian dengan Kodam V/Brawijaya, bukan dengan pihak lain ataupun dengan Ellen Sulistyo.
“Berkaitan dengan Bukti T2.19 mengenai surat kuasa tertanggal 26 September 2017 yang berisikan kuasa dari Fifi selaku Direktur CV. Kraton Resto kepada Effendi selaku Komisaris CV. Kraton Resto untuk penandatanganan MOU no. MOU/05/IX/17 tanggal 28 September 2017 dan perjanjian SPK no. SPK/05/XI/2017 tanggal 13 November 2017, ada beberapa pertanyaan kami yang dijawab saksi Fery Gunawan dengan sangat janggal,” kata Priyono.
Kepada saksi Ferry, sambung Priyono, kami bertanya apakah surat kuasa dibuat sebelum perjanjian dibuat? Dan saksi notaris pun menjawab benar kuasa dibuat sebelum perjanjian.
Lalu, bagaimana Fifi dapat membuat kuasa yang didalam kuasa tersebut tercantumkan nomor perjanjian MOU dan SPK ? Notaris menjawab tidak mengetahui sedetail itu.
Atas jawaban saksi Ferry Gunawan ini, Priyono Ongkowijoyo menyatakan, ada kejanggalan dan diduga adanya kepalsuan terkait surat kuasa, dimana Notaris juga menyatakan di depan persidangan ada kemungkinan salah nempel.
“Yang jadi pertanyaan, bagaimana bisa kuasa tersebut salah tempel, apabila kuasa tersebut dibuat dalam rentang waktu yang berbeda dan sangat jauh yaitu berjarak 5 tahun,” tegas Priyono.
Priyono kembali melanjutkan, notaris juga mengetahui adanya perbedaan jangka waktu MoU selama 30 tahun yang merupakan perjanjian lama, dengan SPK selama 5 tahun yang berakhir pada bulan November 2022 yang merupakan perjanjian baru.
Dua hal itu menurut Priyono juga sangat aneh dan janggal, mengapa notaris sudah mengetahui jangka waktu SPK berakhir November 2022 tetap membuatkan perjanjian yang jangka waktunya berlaku hingga tahun 2027. [Azy]Diminta Menjelaskan Terkait Surat Kuasa Fifie Kepada Effendi, Notaris Fery Kebingungan
SURABAYA (pilarhukum.com) – Sidang gugatan wanprestasi yang diajukan Fifie Pudjihartono selaku Direktur CV. Kraton Resto di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya diwarnai kebingungan saksi dari tergugat 2 Effendi Pudjihartono yakni notaris Ferry Gunawan.
Saksi tampak bingung saat diminta memberikan penjelasan adanya surat kuasa yang diberikan Fifie Pudjihartono selaku Direktur CV. Kraton Resto kepada Effendi Pudjihartono yang menjabat sebagai Komisaris CV. Kraton Resto.
Selain itu, dalam persidangan juga menyajikan keberatan yang diajukan kuasa hukum Tergugat 1 Ellen Sulistyo atas dihadirkannya Elisabeth yang tak lain istri Tergugat 2 Effendi Pudjihartono sebagai saksi.
Mempertimbangkan peraturan perundang-undangan berkaitan dengan kehadiran seorang saksi dimuka persidangan, Hakim Sudar yang ditunjuk sebagai ketua majelis langsung mengeluarkan penetapan, bahwa Elisabeth tidak bisa dijadikan sebagai saksi didalam perkara gugatan wanprestasi ini.
Untuk saksi Elisabeth tidak bisa didengar kesaksiannya dan harus ditunda pada persidangan selanjutnya, mengingat keterbatasan waktu yang dimiliki majelis hakim dan banyaknya perkara yang harus disidangkan majelis hakim pada hari ini.
Tak hanya penolakan atas saksi Elisabeth, dalam persidangan hakim Suswanti yang menjadi hakim anggota dalam perkara gugatan wanprestasi ini memberikan teguran kepada Effendi Pudjihartono.
Teguran itu dilayangkan melihat Effendi yang duduk dikursi pengunjung mengambil gambar melalui ponselnya tanpa ijin majelis hakim.
Sementara saksi notaris Ferry Gunawan menceritakan adanya perjanjian nomor 12 yang ia buat, antara Effendi Pudjihartono dengan Ellen Sulistyo.
Kuasa hukum Effendi menanyakan terkait saat hendak membuat perjanjian nomor 12, apakah saksi menerima draft terlebih dahulu dari Tergugat 1 Ellen Sulistyo yang mana draft itu diforward dari Tergugat 2 Effendi Pudjihartono?,” tanya kuasa hukum Tergugat 2 lagi.
Saksi membenarkan pertanyaan yang dilontarkan kuasa hukum Tergugat 2 ini. Kemudian saksi melanjutkan, setelah menerima draft perjanjian, saksi mengaku mendapat telepon dari Tergugat 2 Effendi Pudjihartono.
Dalam persidangan, saksi Ferry Gunawan juga menjelaskan, ketika menerima telepon dari Effendi Pudjihartono, juga diminta untuk mencantumkan tentang profit sharing sebesar Rp75 juta.
Pada persidangan ini, saksi Ferry juga menjelaskan adanya perdebatan antara Effendi Pudjihartono dengan Ellen Sulistyo. Perdebatan itu berkaitan dengan profit sharing yang diminta Effendi Pudjihartono sebesar Rp. 75 juta.
“Terjadi perdebatan mengenai profit sharing sebesar Rp75 juta. Ellen Sulistyo keberatan dengan besarnya profit sharing sebesar Rp75 juta itu,” terang saksi Ferry.
Ellen Sulistyo, lanjut saksi Ferry menawar Rp 50 juta. Namun, tawaran Ellen Sulistyo tentang profit sharing sebesar Rp 50 juta ini tidak disetujui Effendi Pudjihartono.
Masih berkaitan dengan perdebatan besarnya profit sharing sebagaimana yang diminta Effendi Pudjihartono, saksi Ferry Gunawan dalam persidangan juga menyatakan bahwa akhirnya Effendi Pudjihartono sempat mengutarakan supaya perjanjian kerjasama yang hendak dibuat ini dibatalkan saja
Saksi Ferry kembali melanjutkan, meski ada permintaan dari Effendi Pudjihartono supaya perjanjian dibatalkan, namun Ellen Sulistyo menginginkan perjanjian kerjasama ini dilanjutkan.
Masih berkaitan dengan isi perjanjian yang sudah dibacakan, Yafety Waruwu kembali bertanya ke saksi, apakah isi perjanjian itu masih ada beberapa klausul yang di renvoi?
Atas pertanyaan kuasa hukum Tergugat 2 Effendi Pudjihartono ini, saksi Ferry Gunawan menjawab ada. Dan masalah renvoi itu dituangkan dalam minuta akte.
Terkait dengan isi renvoi yang dituangkan dalam minuta akte tersebut, Yafety Waruwu kemudian bertanya ke saksi Feri, apakah membawa minuta akte tersebut? Selain itu, kuasa hukum Tergugat 2 ini juga bertanya ke saksi Ferry, apakah minuta akte yang ia bawa tersebut bisa diperlihatkan kepada majelis hakim?
Didalam penjelasannya tentang minuta akte seorang notaris, kuasa hukum Tergugat 2 menjelaskan, bahwa minuta akte itu tidak dilampirkan sebagai bukti surat, mengingat minuta akte ini sifatnya rahasia seorang notaris.
Sebelum saksi Ferry Gunawan memperlihatkan minuta akta yang ia bawa, kuasa hukum Tergugat 1 Ellen Sulistyo keberatan. Alasannya, untuk memperlihatkan minuta akta itu, apakah saksi Feri Gunawan telah mendapat ijin Majelis Kehormatan Notaris (MKN) ? Keberatan kuasa hukum Tergugat 1 Ellen Sulistyo ini pun direspon majelis hakim.
Karena minuta akte tidak diperkenankan untuk diperlihatkan, kuasa hukum Tergugat 2 Effendi Pudjihartono kemudian meminta ijin majelis hakim supaya ditunjukkan bukti T22 sampai T27.
Masih dihadapan majelis hakim, kuasa hukum Tergugat 1 Ellen Sulistyo kemudian bertanya ke saksi Feri Gunawan mengenai beberapa dokumen yang disertakan dan menjadi dasar perjanjian.
Dokumen-dokumen itu seperti MoU nomor 5 dan SPK nomor 5. Berkaitan dengan dua dokumen ini, kuasa hukum Tergugat 1 Ellen Sulistyo lalu bertanya, apakah saksi Ferry Gunawan membaca dokumen-dokumen itu secara keseluruhan?
Atas pertanyaan kuasa hukum Tergugat 1 ini, saksi Ferry Gunawan menjawab, bahwa ia hanya membaca sepintas saja.
Saksi Ferry Gunawan dalam persidangan juga mengakui bahwa akta yang berisikan perjanjian kerjasama antara Effendi Pudjihartono dan Ellen Sulistyo, tidak semua isinya dibacakan dihadapan kedua belah pihak.
Didalam persidangan, saksi Feri Gunawan terlihat kebingungan ketika diminta menjelaskan tentang adanya surat kuasa yang diberikan Fifie Pudjihartono selaku Direktur CV. Kraton Resto kepada Effendi Pudjihartono yang menjabat sebagai Komisaris CV. Kraton Resto.
Kebingungan ini berawal dari pertanyaan kuasa hukum Tergugat 1 Ellen Sulistyo kepada saksi Feri Gunawan. Dalam pertanyaannya, kuasa hukum Tergugat 1 bertanya, berdasarkan MoU nomor 5, Effendi menguasai lahan yang menjadi aset Kodam V/Brawijaya itu sampai berapa tahun? Saksi pun menjawab 30 tahun.
“Terkait dengan SPK, apa saksi membaca isi SPK itu? Apakah didalam SPK itu juga dijelaskan tentang jangka waktunya?,” tanya kuasa hukum Tergugat 1 kepada saksi Ferry Gunawan.
Atas pertanyaan ini, saksi Ferry Gunawan pun menjawab membacanya. Dan ketika saksi Feri Gunawan ditanya masa berlaku sebagaimana yang tertera dalam SPK, saksi Ferry Gunawan malah menjelaskan bahwa ia dalam perjanjian kerjasama ini hanya lebih ke masalah perseroan. Dan masih menurut penjelasan saksi Ferry, masalah SPK itu lebih ke arah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Tentang SPK itu masa berlakunya sejak 2017 sampai 2022. Untuk bulannya, November,” jelas saksi Ferry didalam persidangan.
Kuasa hukum Tergugat 1 kemudian bertanya tentang akte pengelolaan yang dibuat saksi Feri Gunawan. Kuasa hukum Tergugat 1 pun bertanya, tentang surat kuasa yang diberikan kepada Effendi Pudjihartono dari Fifie Pudjihartono untuk membuat surat perjanjian dengan Kodam V/Brawijaya.
Masalah surat kuasa ini ditanyakan kuasa hukum Tergugat 1 karena menangkap ada yang janggal dari surat kuasa itu. Dihadapan majelis hakim, kuasa hukum Tergugat 1 menerangkan bahwa surat kuasa itu dibuat sebelum pembuatan MoU dan SPK.
“Bagaimana caranya Fifie bisa tahu nomor-nomor dan tanggal pembuatan MoU dan SPK padahal MoU dan SPK itu belum dibuat?,” tanya kuasa hukum Tergugat 1 kepada saksi.
Saksi Feri Gunawan terlihat kebingungan ketika kuasa hukum Tergugat 1 menanyakan perihal bukti T2.20 ini kepadanya.
Bahkan, saat saksi Feri diminta datang ke meja majelis hakim kemudian ditunjukkan tentang adanya bukti dari Tergugat 2 dan bukti itu dikonfirmasikan kuasa hukum Tergugat 1 Ellen Sulistyo kepadanya, saksi Feri Gunawan hanya bisa terdiam
Perdebatan dihadapan majelis hakim pun terjadi ketika kuasa hukum Tergugat 2 berusaha ikut menjelaskan tentang apa yang dikonfirmasikan kuasa hukum Tergugat 1.
Ditemui usai persidangan, Priyono Ongkowijoyo mengatakan, ada beberapa kejanggalan dari kesaksian Notaris Ferry Gunawan.
Lebih lanjut Priyono kejanggalan-kejanggalan yang berhasil ia catat itu mengenai surat kuasa dari Fifie Pudjihartono kepada Effendi Pudjihartono.
“Meskipun Notaris Ferry mengetahui ada surat kuasa dari Fifi kepada Effendi, namun surat kuasa tersebut tidak dicantumkan di dalam Akta Pengelolaan Kerjasama antara Effendi Pudjihartono dengan Ellen Sulistyo,” ungkap Priyono.
Bukti Surat Kuasa tertanggal 7 Juni 2022 terkait kuasa dari Fifi selaku Direktur CV. Kraton Resto kepada Effendi selaku Komisaris CV. Kraton Resto yang dinyatakan kuasa hukum tergugat 2 untuk penandatanganan perjanjian pengelolaan nomor 12 tanggal 27 Juli 2022 antara Ellen dan Effendi yaitu bukti T2.20, didalam persidangan ini, notaris memberikan keterangan bahwa surat kuasa tertanggal 7 Juni 2022 tersebut ternyata diperuntukan khusus untuk tanda tangan perjanjian dengan Kodam V/Brawijaya, bukan dengan pihak lain ataupun dengan Ellen Sulistyo.
“Berkaitan dengan Bukti T2.19 mengenai surat kuasa tertanggal 26 September 2017 yang berisikan kuasa dari Fifi selaku Direktur CV. Kraton Resto kepada Effendi selaku Komisaris CV. Kraton Resto untuk penandatanganan MOU no. MOU/05/IX/17 tanggal 28 September 2017 dan perjanjian SPK no. SPK/05/XI/2017 tanggal 13 November 2017, ada beberapa pertanyaan kami yang dijawab saksi Fery Gunawan dengan sangat janggal,” kata Priyono.
Kepada saksi Ferry, sambung Priyono, kami bertanya apakah surat kuasa dibuat sebelum perjanjian dibuat? Dan saksi notaris pun menjawab benar kuasa dibuat sebelum perjanjian.
Lalu, bagaimana Fifi dapat membuat kuasa yang didalam kuasa tersebut tercantumkan nomor perjanjian MOU dan SPK ? Notaris menjawab tidak mengetahui sedetail itu.
Atas jawaban saksi Ferry Gunawan ini, Priyono Ongkowijoyo menyatakan, ada kejanggalan dan diduga adanya kepalsuan terkait surat kuasa, dimana Notaris juga menyatakan di depan persidangan ada kemungkinan salah nempel.
“Yang jadi pertanyaan, bagaimana bisa kuasa tersebut salah tempel, apabila kuasa tersebut dibuat dalam rentang waktu yang berbeda dan sangat jauh yaitu berjarak 5 tahun,” tegas Priyono.
Priyono kembali melanjutkan, notaris juga mengetahui adanya perbedaan jangka waktu MoU selama 30 tahun yang merupakan perjanjian lama, dengan SPK selama 5 tahun yang berakhir pada bulan November 2022 yang merupakan perjanjian baru.
Dua hal itu menurut Priyono juga sangat aneh dan janggal, mengapa notaris sudah mengetahui jangka waktu SPK berakhir November 2022 tetap membuatkan perjanjian yang jangka waktunya berlaku hingga tahun 2027. [Azy]